Sabtu, 26 November 2016

Veren - Ku Berserah

Ku berserah...ku berserah Tuhan pegang seluruh hidupku 
Ku berserah...ku berserah ku tahu Tuhan baik bagiku 
Ku berserah pada rencana-Mu 

Setiap kali mendengar pujian ini, air mata selalu menetes bahkan disaat saya benar-benar tidak ingin hanyut dalam lirik lagu ini. Tapi saya selalu ingin mendengar lagu ini bahkan berulang kali, ada sesuatu yang terjadi diluar kendali 
Pertama kali dengar lagu ini saat kondisi kesehatan saya memburuk dan banyak hal yang harus saya hadapi. Masalah demi masalah datang silih berganti, dan harus rela melepaskan banyak hal yang paling di sayangi dalam hidup. Mungkin ini alasan kenapa lagu ini begitu menyentuh hati, merefleksikan kehidupan pribadi sekaligus menjadi pernyataan iman saya.
Akhir tahun 2015 saya mengalami sakit yang luar biasa dibagian kepala kanan belakang, memang itu bukan yang pertama kali saya rasa karena beberapa kali sakit seperti itu muncul sejak tahun 2014 tapi kemudian hilang dan muncul lagi. sakit kepala disertai nyeri dan melemahnya tubuh bagian kiri, muntah, pusing bahkan pingsan secara mendadak membuat saya down dan kadang merasa tidak mampu untuk menahannya lagi. ya....sangat sakit memang, sangat sakit menahan sakit penyakit sekaligus kehilangan banyak hal dalam hidup.
Tidak sampai disitu saja, sakit itu seakan tidak mau hilang walau segala cara telah saya lakukan untuk sebuah kesembuhan. Dari dokter ke dokter, terapi demi terapi namun tidak banyak membantu, saya didiaknosa menderita Aneuriusma otak dan komplikasi maag kronis. Dengan kondisi seperti ini, saya tidak bisa berativitas seperti sebelumnya, saya kehilangan pekerjaan dan menjadi beban bagi keluarga. Bahkan tidak bisa menyelesaikan proposal tesis sebagai mahasiswa Ilmu Politik di Universitas Indonesia. Saya tidak mampu berpikir dan menatap layar laptop karena kesakitan yang luar biasa di bagian mata dan kepala kanan . 
Sudah jatuh, tertimpa tangga pula...mungkin itu ungkapan tepat untuk menggambarkan kondisi saya. Ditinggalkan calon pendamping hidup setelah 10 tahun bersama di saat kondisi kesehatan memburuk, kehilangan pekerjaan dan tidak bisa menyelesaikan studi adalah hal yang tidak diinginkan semua orang. Tapi itu salah satu bagian cerita yang tidak bisa saya hindari. Penderitaan saya adalah sebuah akumulasi, dan siapapun dia pasti menangis menghadapi keadaan seperti ini. 
Sakit mana yang harus saya sembuhkan, kondisi mana yang harus dipulihkan terlebih dahulu....saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Sampai suatu ketika saya bertemu secara pribadi dengan Tuhan Yesus, hal pertama yang Dia lakukan adalah memulihkan hati ini dan mengajari saya untuk percaya bahwa rencana-Nya indah.
Dia memampukan saya memaafkan dan mengiklaskan semua yang harus dilepaskan dengan tulus, saya mulai bisa menerima kenyataan. Hal-hal yang sebelumnya tidak bisa diterima menjadi bisa diterima dengan ucapan syukur. 
Allah kita adalah Allah yang cemburu, itu benar adanya. Dia mengambil semua yang saya cintai, pekerjaan saya, kekasih saya, memisahkan saya dari setiap aktivitas yang selalu saya banggakan. Tidak ada lagi yang tersisa, bahkan dokter spesialis yang saya andalkan pun tidak mampu berbuat banyak atas kondisi kesehatan saya. Namun justru disitulah saya sadar bahwa apa yang saya cintai dan banggakan di dunia ini adalah kesia-siaan belaka. Dia seakan berkata, hey Emy bagaimana mungkin kamu bilang mengasihi-Ku dan akan setia melayani bila ada yang lebih kamu cintai. Bagaimana mungkin kamu akan melihat rancangan-Ku bila kamu membanggakan apa yang kamu miliki dan merencanakan banyak hal tanpa bertanya apa yang Aku tetapkan bagimu. Dia mengambil semuanya agar kita dapat menerima apa yang ingin Dia berikan !
Tangisan karena sakit berubah menjadi penyerahan diri penuh, kekecewaan berubah menjadi pengharapan.
Memang kondisi kesehatan saya tidak langsung pulih, tapi hati saya dipulihkan dan bisa berkata Tuhan Terima Kasih disaat kondisi terburuk sekalipun. Ketika sakit yang saya rasa semakin menyiksa saya bisa berteriak dengan iman Tuhan hanya Engkau yang sanggup memulihkan dan disaat itu ada kelegaan yang luar biasa. 
memang secara fisik saya belum sembuh tapi secara rohani telah dipulihkan dan berpengharapan bahwa di waktu yang tepat semua sakit penyakit dan beban hidup akan dilepaskan dan rencana indah-Nya atas hidupku akan digenapi. Yakinlah bahwa mujizat pasti terjadi karena bukan kebetulan saya ada didunia ini, rancangan-Nya akan digenapi. (Ayub 23:14)
Perjalanan hidup saya membuktikan bahwa saat kita berserah pada Tuhan, maka Dia akan menyelesaikan segalanya. Terkadang memang banyak hal terjadi diluar kendali manusia, tapi itu tidak diluar kendali Tuhan. Iman kita pada kuasa Tuhan mengubah cara pandang terhadap persoalan yang sedang terjadi, fokus kita bukan pada besarnya masalah tapi besarnya kuasa Tuhan yang mampu menyelesaikan.
Kedekatan kita dengan Tuhan tidak saja memulihkan tapi mengajarkan banyak hal, kita harus ingat bahwa Tuhan tidak pernah menjahili manusia. Dia membuktikan bahwa Dia Maha Adil karena apa yang kita tabur itu juga yang akan kita tuai. Sering saat berada dalam kondisi buruk, kita bertanya Tuhan mengapa ini terjadi tanpa menginstropeksi perjalanan hidup kita. seakan kita adalah manusia tanpa cacat dosa
Harus kita ingat bahwa teguran dan hukumannya bertujuan untuk memanggil kita, menyadarkan kita untuk kembali pada jalan yang benar karena hanya dengan begitu kita akan beroleh pengampunan dan keselamatan. 
Belajar dari kisah Ayub yang tetap beriman pada Tuhan, karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas. (Ayub 23:10)

Rabu, 16 November 2016

Nasehat Nelayan Ambai

Sebelum melaut, pastikan bahwa semuanya telah siap

Pada dasarnya ombak memang bisa dilawan, tetapi arus tidak dapat dilawan
Jika tidak ingin terbawa arus semakin jauh dan mengalami musibah, maka jangan pernah melawan arus
Cobalah untuk mencari jalur lain yang aman untuk sampai pada tujuan 

#Pemetaanpolitik #Analisa #Strategi #Kekuasaan

_Budaya Politik_

Kamis, 10 November 2016

Tradisi Mengunyah Pinang Sebagai Sebuah Simbol

Papua surga kecil yang jatuh ke bumi, demikian orang sering menggambarkan daerah ini dengan segala pesona keindahan dan keunikannya. Aneka budaya dan kekayaan alam di Bumi Cenderawasih ini kerap menjadi sorotan dunia. Bicara tentang budaya, salah satu budaya yang paling terkenal dan hampir merata diseluruh Tanah Papua adalah budaya mengunyah pinang. Awalnya tradisi ini berlaku pada masyarakat di wilayah pesisir Papua lalu kemudian menyebar merata ke seluruh Tanah Papua.
Bagi masyarakat Papua yang mengunyah pinang, khasiatnya sangat bagus untuk menguatkan gigi dan harus diakui bahwa sifatnya hampir sama seperti rokok dan kopi karena memberikan efek kecanduan bagi para pecinta pinang. Buah sombong, begitu kira-kira sebagian orang menyebut buah ini. Hal ini bukan tanpa alasan karena bagi pecinta pinang, efek yang ditimbulkan dari mengunyah pinang bukan hanya warna merah yang dihasilkan tetapi juga ada semacam penambah semangat dan memperlancar komunikasi yang tidak jarang disertai canda tawa dan keharusan untuk meludah saat mengunyah pinang. Sehingga banyak yang menyebutnya buah sombong, agak susah memang untuk menggambarkan secara detail (hanya yang mengunyah pinang yang tahu mengapa disebut buah sombong).
Tradisi mengunyah pinang telah berlangsung turun temurun, dahulu pinang dan pelengkapnya yakni sirih dan kapur disajikan sebagai simbol penghormatan bagi tua adat, tamu dan mereka yang dihormati. Tapi kemudian ini menjadi tradisi yang tidak memiliki batasan karena hampir semua usia dapat mengunyah pinang dan tidak ada larangan secara adat tentang hal itu.
Kebutuhan akan pinang bagi sebagian orang Papua sudah seperti kebutuhan primer, bagaimana tidak bila sejak bangun pagi pinang sering dijadikan makanan pembuka bagi sebagian orang dan tidak jarang yang menghabiskan pinang hingga puluhan dan ratusan buah dalam satu hari. Kebutuhan akan pinang ini tidak dapat dipungkiri lagi, hal ini dapat dilihat dari omset yang diperoleh dari penjualan satu paket pinang (pinang, sirih dan kapur) cukup besar. Dan penjualannya pun dilakukan lintas daerah di wilayah Papua.
1 paket pinang dijual dengan harga beragam, dari harga Rp. 1.000 hingga Rp. 50.000, tergantung dari jumlah dan kualitas pinang tersebut. Dengan kisaran harga seperti itu maka bisa dipastikan berapa rupiah yang harus dikeluarkan bila dalam sehari kita mengkonsumsi hingga puluhan buah, begitu juga perminggu, perbulan hingga pertahun. Sayangnya setiap pembelian pinang tidak disertai nota jadi kita tidak bisa mengkalkulasi total pengeluaran secara pasti karena memang pada dasarnya dijual secara tradisional.

Ritual Mengunyah Pinang
Umumnya buah pinang di kupas menggunakan gigi kemudian pinang yang dimasukan ke dalam mulut disertai dengan sirih yang telah dicelupkan ke dalam kapur, hal itu dilakukan berulang kali hingga warna pinang yang dikunyah berwarna merah. Bagi mereka yang tidak biasa, mengunyah pinang dapat menimbulkan efek mabuk atau pusing disertai terbakar pada mulut dan bibir bila kapur yang digunakan terlalu banyak.
Kurang pas rasanya bila tradisi ini dilakukan sendiri, sensasi berbeda bila tradisi ini dilakukan secara bersama-sama baik dalam sebuah acara atau berkelompok. Itu sebabnya buah ini juga disebut buah bicara-bicara karena kerap komunikasi yang terjalin antara dua atau tiga orang saat mengunyah pinang sangat baik.

Pinang sebagai Simbol Keakraban
Sejak awal memang dikatakan bahwa pinang tidak hanya sebuah cemilan bagi Orang Papua, fungsinya sebagai tanda penghormatan dari pinang memang bergeser secara batasan usia karena saat ini semua orang dapat mengkonsumsi. tapi tidak bergeser pada nilai yang terkandung di dalamnya. Dalam pesta adat sebagian besar masyarakat pesisir, pinang wajib disediakan bagi para tamu. Suku Biak menyebutnya dengan kakesi (Pinang, Sirih dan Kapur yang diisi dalam sebuah piring dan dibagikan kepada setiap tamu yang hadir), piring beserta isinya menjadi milik tamu dan dibawa pulang.
Jika tuan rumah atau pemilik hajatan tidak menyediakan pinang, maka sebenarnya ada nilai yang berkurang atau dianggap tidak mampu karena pada dasarnya kakesi memiliki nilai penting dalam sebuah acara adat.
Selain itu, bagi saya pinang adalah simbol penerimaan sebuah kelompok masyarakat atau seseorang terhadap orang lain. makanya tidak heran bila orang yang baru di kenal atau baru saja datang akan diberi pinang. Saat mengunyah pinang secara bersama-sama, ada komunikasi yang terbangun, ada sosialisasi yang tidak jarang disertai cerita MOP yang membuat semua tertawa. Secara tidak langsung kita telah diterima menjadi bagian sebuah komunitas masyarakat, bahkan tradisi ini juga sering dipakai untuk memperbaiki hubungan yang rusak. Tidak mungkin sekelompok orang yang saling mendendam akan berbagi pinang, kecuali bila mereka sedang melangsungkan perdamaian yang diikuti dengan tradisi mengunyah pinang sambil menyelesaikan masalah.
Tapi harus diketahui bahwa mengunyah pinang bukan satu keharusan, saat kita ditawarkan pinang itu tidak berarti harus dimakan. Kita wajib menerima, tetapi tidak wajib untuk makan bila memang tidak terbiasa. Nilai yang diperlihatkan dalam tradisi ini adalah ketulusan dalam memberi,  kita diterima sebagai saudara dan penghargaan terhadap hak orang lain.

Rabu, 09 November 2016

Rambut Keriting Sebagai Identitas

Perkembangan tren di masyarakat selalu saja berubah, baik merupakan produk terbaru maupun pengulangan yang disertai inovasi produk lama sesuai minat masyarakat. Sebut saja tren jacket bomber atau jacket Jokowi yang kemudian manjadi incaran banyak orang setelah pidato Presiden Jokowi terkait aksi 411 di istana negara yang menggunakan jacket tersebut. Tren sendiri sebenarnya tidak hanya fokus pada fashion karena mencakup apa yang di sukai dan apa yang dibicarakan sebagian besar masyarakat.
Berbicara tentang tren maka antara tahun 90an-2000an awal, memiliki rambut lurus menjadi tren bagi kaum hawa di Papua. tidak sedikit yang rela menempuh berbagai cara dan mengeluarkan biaya yang cukup mahal untuk mendapatkan rambut lurus. Alhasil istilah komputer (komin pun terurai) menjadi booming. Walaupun sampai sekarang meluruskan rambut bagi sebagian perempuan papua masih menjadi pilihan dengan berbagai alasan masing-masing.
Saya melihat kurang lebih sekitar tahun 2010 hingga kini tren rambut keriting dengan berbagai model menjadi pilihan utama, entah karena mengikuti gaya rambut orang kulit hitam di Amerika atau ada cara pandang baru tentang makna rambut keriting bagi Orang Papua.
Rambut Keriting Sebagai Identitas
Dalam UU Otsus Provinsi Papua pasal 1 huruf f secara singkat dapat disimpulkan sebagai Orang yang berasal dari rumpun melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Papua, sampai disini penekanan terhadap suku asli di Papua akan mengarahkan kita pada ciri khas, kebudayaan dan bahasa yang mengidentifikasikan seseorang atau sekelompok orang sebagai bagian suku asli di Papua. Alfred Russel Wallace dalam The Malay Archipelago the Land of the Orang-Utan and Bird Paradise (1980) kurang lebih mengidentifikasikan Orang Papua dengan warna kulit sangat gelap, kecokelatan atau hitam tetapi tidak sama dengan warna kulit ras negroid. Berbeda juga dengan Melayu dan berambut sangat kasar dan kering. Dari identifikasi tersebut maka dapat dikatakan bahwa rambut keriting (kasar dan kering) merupakan salah satu ciri khas suku asli Papua.
Berbicara tentang identitas maka kita bicara tentang sesuatu yang berlaku pada sebuah kelompok yakni tanda, ciri atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang menjadi pembeda. Stella Ting Toomey mengatakan bahwa identitas adalah sebuah refleksi diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi. Dari pengertian tersebut penekanan pada berasal dari etnis rupanya menjadi sesuatu yang seksi untuk dibahas dalam konteks ini.
Saya melihat tren rambut keriting ini sebagai sebuah gerakan "kembali ke sesuatu yang asli" atau kembali ke rambut keriting. Saya sebut sebagai sebuah gerakan karena cukup banyak kaum hawa yang pernah meluruskan rambut kemudian memilih kembali ke rambut keriting, ditambah mereka yang tetap menjaga keaslian rambut. kita bisa cek di beberapa media sosial terutama facebook & instagram. Tidak sedikit yang menonjolkan rambut keriting sebagai sebuah identitas, disana terlihat ada kecintaan, kebanggaan yang ditampilkan dalam tulisan dan foto.
Rambut keriting sebagai sebuah identitas bagi sebagian orang papua rupanya tidak hanya tentang tren, tidak sesederhana menentukan pilihan pada daftar menu atau film yang akan ditonton malam minggu. Hal ini mencakup pengenalan akan siapa saya, darimana berasal dan menekankan pada perbedaan kelompok etnis yang mencakup banyak hal di dalamnya. Jelas terlihat ada sebuah pesan perjuangan dan klaim identitas.
Mengapa Rambut Keriting Menjadi CuPen (Cukup Penting) sekarang ?
Saya teringat ungkapan yang kurang lebih mengatakan bahwa semua hal di Papua selalu dikaitkan dengan politik, mari coba kita lihat kaitannya.
Berlakunya UU Otsus bagi Provinsi Papua tidak hanya membawa perubahan pada pelaksanaan roda pemerintahan dan politik di Papua, tetapi juga menguatkan rasa nasionalisme terhadap Papua (etnik) dalam berbagai aspek kehidupan termasuk semangat menonjolkan keanggotaan seseorang dalam sebuah kelompok etnis tertentu kepada orang lain. Perbedaan identitas antara komin (papua) dan amber (non papua) semakin dimunculkan dalam berbagai hal terutama warna kulit dan rambut. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Crawdord Young bahwa penampilan fisik adalah atribut permanen; dimana warna kulit mewakili sebuah komunitas. Warna kulit dan rambut keriting yang ditonjolkan oleh sebagian besar orang papua sebagai sebuah identitas merupakan hal penting yang mencakup hak- hak politik, dan kepemilikan hak dalam masyarakat adat. Teori politik identitas digunakan untuk menganalisis perspektif aktor politik identitas karena tidak sedikit aktor politik yang melakukan kampanye yang menitikberatkan pada ciri khas, kekuatan kelompok etnik, isu tentang hak-hak dasar orang asli Papua yang semakin menguat, dan tidak jarang perjuangan identitas sebagai orang papua menjadi senjata yang cukup ampuh di tingkat nasional dan harus diakui bahwa klaim identitas menjadi sesuatu yang cukup penting dalam berbagai hal.
Tidak hanya dalam politik, kebanggaan terhadap identitas papua pun sering dimunculkan oleh pelajar dan mahasiswa di luar papua untuk sebuah nilai pengakuan dan prestasi.
Walau harus diakui bahwa perkawinan campur yang terjadi di Papua seperti halnya yang terjadi dibelahan bumi lain telah menghasilkan bentuk fisik baru termasuk rambut, yang mengakibatkan transformasi dari realitas biologis ke realitas kultural seperti perkawinan Cina-Serui, Papua-Jawa, Papua-Makassar, Papua-Belanda dan lain sebagainya). Dalam banyak hal memang kita dengan mudah dapat mengidentifikasikan diri sebagai anggota dari kelompok etnik Papua karena ada homogenitas yang tinggi di dalamnya misalnya rambut dan kebudayaan, tapi transformasi dari realitas biologis inilah yang kemudian dalam UU Otsus pun berisi tentang Orang Papua yang mengikuti garis keturunan patrilinear dan matrilinear dan mendapat pengakuan sebagai orang papua yang tidak hanya didasarkan pada realitas biologis saja. Sehingga UU ini diharapkan dapat mengakomodir kepentingan bersama.
Saya dan Rambut Keriting
Saya tidak bisa mengklaim diri saya sebagai Orang Papua kalau berkulit putih dan berambut lurus. Begitu kira-kira
Bagi saya rambut keriting adalah senjata dan kunci.
sebagian besar orang yang saya temui baik di Papua maupun di luar Papua meragukan keaslian saya sebagai orang papua karena warna kulit yang tidak begitu hitam. Dan bagi saya itu adalah tantangan yang cukup mengganggu. Hanya dengan rambut keriting saya dengan leluasa berbicara tentang Papua, dan hanya dengan rambut keriting ada kepercayaan untuk mewakili Papua.
Literatur:
Kaelola, Akbar. Kamus Istilah Politik Kontemporer. Yogyakarta: cakrawala, 2009
Sjaf, Sofyan. Politik Etnik, Dinamika Politik Lokal di Kendari. Jakarta: Obor Indonesia, 2014
Isaacs, Harold. Pemujaan Terhadap Kelompok Etnis, Identitas Kelompok dan Perubahan Politik. Jakarta: obor indonesia, 1993
Bart, Frederik. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: UI Press, 1988
Oommen, T. Kewarganegaraan, Kebangsaan, & etnisitas, mendamaikan persaingan identitas. Bantul: Kreasi Wacana, 2009
Meteray, Bernarda. Nasionalisme Ganda Orang Papua. Jakarta: kompas, 2012
Thung, dkk. Klaim, Kontestasi dan Konflik Identitas. Jakarta: LIPI, 2006
www.wikipedia.com