Papua surga kecil yang jatuh ke bumi, demikian orang sering menggambarkan daerah ini dengan segala pesona keindahan dan keunikannya. Aneka budaya dan kekayaan alam di Bumi Cenderawasih ini kerap menjadi sorotan dunia. Bicara tentang budaya, salah satu budaya yang paling terkenal dan hampir merata diseluruh Tanah Papua adalah budaya mengunyah pinang. Awalnya tradisi ini berlaku pada masyarakat di wilayah pesisir Papua lalu kemudian menyebar merata ke seluruh Tanah Papua.
Bagi masyarakat Papua yang mengunyah pinang, khasiatnya sangat bagus untuk menguatkan gigi dan harus diakui bahwa sifatnya hampir sama seperti rokok dan kopi karena memberikan efek kecanduan bagi para pecinta pinang. Buah sombong, begitu kira-kira sebagian orang menyebut buah ini. Hal ini bukan tanpa alasan karena bagi pecinta pinang, efek yang ditimbulkan dari mengunyah pinang bukan hanya warna merah yang dihasilkan tetapi juga ada semacam penambah semangat dan memperlancar komunikasi yang tidak jarang disertai canda tawa dan keharusan untuk meludah saat mengunyah pinang. Sehingga banyak yang menyebutnya buah sombong, agak susah memang untuk menggambarkan secara detail (hanya yang mengunyah pinang yang tahu mengapa disebut buah sombong).
Tradisi mengunyah pinang telah berlangsung turun temurun, dahulu pinang dan pelengkapnya yakni sirih dan kapur disajikan sebagai simbol penghormatan bagi tua adat, tamu dan mereka yang dihormati. Tapi kemudian ini menjadi tradisi yang tidak memiliki batasan karena hampir semua usia dapat mengunyah pinang dan tidak ada larangan secara adat tentang hal itu.
Kebutuhan akan pinang bagi sebagian orang Papua sudah seperti kebutuhan primer, bagaimana tidak bila sejak bangun pagi pinang sering dijadikan makanan pembuka bagi sebagian orang dan tidak jarang yang menghabiskan pinang hingga puluhan dan ratusan buah dalam satu hari. Kebutuhan akan pinang ini tidak dapat dipungkiri lagi, hal ini dapat dilihat dari omset yang diperoleh dari penjualan satu paket pinang (pinang, sirih dan kapur) cukup besar. Dan penjualannya pun dilakukan lintas daerah di wilayah Papua.
1 paket pinang dijual dengan harga beragam, dari harga Rp. 1.000 hingga Rp. 50.000, tergantung dari jumlah dan kualitas pinang tersebut. Dengan kisaran harga seperti itu maka bisa dipastikan berapa rupiah yang harus dikeluarkan bila dalam sehari kita mengkonsumsi hingga puluhan buah, begitu juga perminggu, perbulan hingga pertahun. Sayangnya setiap pembelian pinang tidak disertai nota jadi kita tidak bisa mengkalkulasi total pengeluaran secara pasti karena memang pada dasarnya dijual secara tradisional.
Ritual Mengunyah Pinang
Umumnya buah pinang di kupas menggunakan gigi kemudian pinang yang dimasukan ke dalam mulut disertai dengan sirih yang telah dicelupkan ke dalam kapur, hal itu dilakukan berulang kali hingga warna pinang yang dikunyah berwarna merah. Bagi mereka yang tidak biasa, mengunyah pinang dapat menimbulkan efek mabuk atau pusing disertai terbakar pada mulut dan bibir bila kapur yang digunakan terlalu banyak.
Kurang pas rasanya bila tradisi ini dilakukan sendiri, sensasi berbeda bila tradisi ini dilakukan secara bersama-sama baik dalam sebuah acara atau berkelompok. Itu sebabnya buah ini juga disebut buah bicara-bicara karena kerap komunikasi yang terjalin antara dua atau tiga orang saat mengunyah pinang sangat baik.
Pinang sebagai Simbol Keakraban
Sejak awal memang dikatakan bahwa pinang tidak hanya sebuah cemilan bagi Orang Papua, fungsinya sebagai tanda penghormatan dari pinang memang bergeser secara batasan usia karena saat ini semua orang dapat mengkonsumsi. tapi tidak bergeser pada nilai yang terkandung di dalamnya. Dalam pesta adat sebagian besar masyarakat pesisir, pinang wajib disediakan bagi para tamu. Suku Biak menyebutnya dengan kakesi (Pinang, Sirih dan Kapur yang diisi dalam sebuah piring dan dibagikan kepada setiap tamu yang hadir), piring beserta isinya menjadi milik tamu dan dibawa pulang.
Jika tuan rumah atau pemilik hajatan tidak menyediakan pinang, maka sebenarnya ada nilai yang berkurang atau dianggap tidak mampu karena pada dasarnya kakesi memiliki nilai penting dalam sebuah acara adat.
Selain itu, bagi saya pinang adalah simbol penerimaan sebuah kelompok masyarakat atau seseorang terhadap orang lain. makanya tidak heran bila orang yang baru di kenal atau baru saja datang akan diberi pinang. Saat mengunyah pinang secara bersama-sama, ada komunikasi yang terbangun, ada sosialisasi yang tidak jarang disertai cerita MOP yang membuat semua tertawa. Secara tidak langsung kita telah diterima menjadi bagian sebuah komunitas masyarakat, bahkan tradisi ini juga sering dipakai untuk memperbaiki hubungan yang rusak. Tidak mungkin sekelompok orang yang saling mendendam akan berbagi pinang, kecuali bila mereka sedang melangsungkan perdamaian yang diikuti dengan tradisi mengunyah pinang sambil menyelesaikan masalah.
Tapi harus diketahui bahwa mengunyah pinang bukan satu keharusan, saat kita ditawarkan pinang itu tidak berarti harus dimakan. Kita wajib menerima, tetapi tidak wajib untuk makan bila memang tidak terbiasa. Nilai yang diperlihatkan dalam tradisi ini adalah ketulusan dalam memberi, kita diterima sebagai saudara dan penghargaan terhadap hak orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar